Industri

Rupiah Melemah, APCASI Ingin Ekspor Cangkang Sawit Terus Ditingkatkan 

Di tengah melemahnya kurs rupiah, Asosiasi Pengusaha Cangkang Sawit Indonesia (APCASI) mendorong ekspor lebih banyak cangkang sawit (palm kernel shell). Cangkang sawit berasal dari limbah pabrik CPO yang tidak digunakan, khususnya di daerah yang jauh dari pusat-pusat industri.

"Perkembangan ekspor cangkang sawit sebagai sumber bioenergi kini telah dikenal sebagai biomassa yang mulai sangat diminati dan dibutuhkan di pasar ASIA, khususnya Jepang dan Thailand," kata Ketua APCASI belum lama ini.

Dia menyebut, kebutuhan di dalam negeri untuk cangkang sawit berada di kisaran 40-50 persen. Itu pun digunakan secara terbatas untuk industri CPO. Sementara untuk industri lain masih minim karena tingginya biaya logistik.

"Dengan demikian, pasar ekspor merupakan peluang sangat baik untuk komoditi cangkang sawit tersebut, khususnya dari sumber-sumber yang berada di daerah- daerah perifer," ucapnya.

Sepanjang tahun lalu, volume eskpor cangkang sawit mencapai 1,8 juta ton dengan nilai devisa 138,6 juta dolar AS. Dia menyebut, jumlah ini belum maksimal karena beberapa faktor seperti tingginya biaya logistik karena cangkang sawit banyak di area terpencil dan tingginya bea keluar dan pungutan sawit.

"Hampir 30 persen cangkang sawit di beberapa daerah tidak bisa terekspor atau digunakan dalam negeri, sehingga hanya menjadi limbah yang tidak produktif,"kata dia.

Dikki pun mendorong pemerintah untuk memangkas bea keluar karena terlalu tinggi hingga 17 dolar AS per metrik ton. Dengan demikian, lebih banyak cangkang sawit yang bisa diekspor.

"Kami yakin bahwa para pengusaha yang tergabung dalam APCASI, apabila pajak ekspor diturunkan menjadi 3 dolar AS dan pungutan sawit juga hanya 3 dolar AS, sehingga total biaya ekspor 6 dolar AS, volume ekspor dapat kami tingkatkan menjadi 2,5 - 3 juta ton per tahun sehingga meningkatkan devisa negara menjadi sekitar 231 juta dolar AS," katanya. *


[Ikuti SawitPlus.co Melalui Sosial Media]






Tulis Komentar